Stefanus Iwan Listiyantoro Metal Set - Link Select

8.23.2012

LAGU ‘PERJUANGAN’ KITA


Maju tak gentar
Membela yang benar
Maju tak gentar
Hak kita diserang
*courtesy of LirikLaguIndonesia.Net
Maju serentak
Mengusir penyerang
Maju serentak
Tentu kita kita menang
Reff :
Bergerak bergerak
Serentak menerkam
Menerjang terjang tak gentar
Tak gentar tak gentar
Menyerang menyerang
Majulah majulah menang

Lagu ‘Maju Tak Gentar’ pada mulanya adalah lagu propaganda Asia Timur Raya hasil propaganda pemerintah Jepang dan Indonesia berjudul ‘Maju Putera-puteri Indonesia’ ciptaan Cornel Simanjuntak tahun 1944. Pada tahun 1945 oleh penciptanya diubah menjadi lagu ‘Maju Tak Gentar’ karena pengalamannya sebagai pejuang, dan baru setelah proklamasi kemerdekaan, lagu ini memperoleh fungsi yang sebenarnya. Lagu ‘Maju Tak Gentar’ dimaksudkan untuk memotivasi rakyat guna membangkitkan semangat persatuan membela tanah air, yang secara realitas sering ditampilkan potret pertempuran melawan Inggris dan Belanda yang sama sekali tidak rasional. Dalam pertempuran itu tampak senapan bekas peninggalan penjajah, bambu runcing, keris, rencong, pedang, clurit melawan senapan otomatis dan meriam. Dengan strategi perlengkapan seadanya ditambah lagi dengan perlawanan yang tidak berimbang, namun pada kenyataannya rakyat Indonesia tidak gentar menghadapinya, seirama dengan semangat lagu ‘Maju Tak Gentar’.
Hal di atas menunjukkan betapa besarnya pengaruh lagu untuk perjuangan kemerdekaan bangsa; mempengaruhi semangat para pejuang dalam merebut, mempertahankan, juga mengisinya. Merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan bukan dengan modal yang memadai melainkan dengan modal semangat tinggi.
Di lingkungan gereja, lagu-lagu perjuangan juga sering dinyanyikan, meskipun masih kurang dihayati sebagai lagu perjuangan. Hal ini dikarenakan masih banyak orang mengidentikkan pengertian “lagu” atau “nyanyian” dengan “pujian”. Contohnya dalam suatu acara persekutuan, ada saudara yang mengatakan, “Mari kita memuji Tuhan dengan pujian nomer lima!”, atau  dalam sebuah ibadah pemimpin sering mengajak, “Mari kita memuji Tuhan melalui Kidung Jemaat nomor 410 bait pertama!” Dari pernyataan-pernyataan ini tersirat orang menyamakan pengertian “lagu” atau “nyanyian” dengan “pujian”, padahal sebenarnya lagu yang dimaksudkan bukan berisi pujian melainkan penyerahan pada tuntunan Tuhan. 
Lagu atau nyanyian memang tidak selalu berisi pujian, namun ada banyak jenisnya: ada penyesalan, penyerahan diri, pengutusan, dan lain-lain, termasuk yang berisi ajakan berjuang. Buku Kidung Jemaat memuat satu contoh lagu yang berisi ajakan untuk berjuang;   yaitu KJ 340 yang berjudul “Hai Bangkit bagi Yesus”. Bait pertama syairnya seperti ini:

Hai bangkit bagi Yesus, pahlawan salib-Nya!
Anjungkan panji Raja dan jangan menyerah.
Dengan semakin jayaTuhanmu ikutlah,
Sehingga tiap lawan berlutut menyembah.

Lagu yang terkenal ini berisi ajakan untuk berjuang melawan kuasa-kuasa kegelapan atau ikut perangan rohani. Syairnya diciptakan sekitar tahun 1858 oleh Pdt. George Duffield, Jr., seorang pendeta jemaat Presbyterian di kota Philadelphia, Amerika. Penciptaannya terinspirasi dari pesan perjuangan temannya yang bernama Pdt. Dudley Tyng, seorang pejuang pembebasan perbudakan manusia, yang sebelum meninggal berpesan untuk “bangkit bagi Yesus!”; melawan perbudakan. Kemudian, pada Minggu berikutnya, ia mengkhotbahkan Efesus 6:14 “Berdirilah tegap” berikut ayat-ayat selanjutnya yang menggambarkan berbagai senjata yang harus digunakan dalam peperangan rohani melawan kuasa jahat. Dan terbukti, pengaruh dari lagu ini kemudian menyemangati para pejuang anti perbudakan.

Nah, bagaimana dengan lagu-lagu ‘perjuangan’ kita di atas? Lagu-lagu ini telah membuktikan pengaruhnya dalam menyemangati  dalam perjuangan melawan perbudakan penjajah maupun perbudakan dosa. Oleh karena itu, jika kita hendak memperjuangkan kehidupan ekonomi, kehidupan iman, atau berbagai bidang kehidupan yang lain menuju kemerdekaan dan kesejahteraan, bukankah penting untuk menyanyikan lagu-lagu perjuangan kembali?

7.18.2012

NOL-NOL



N
ol adalah angka yang menunjukkan tidak ada kenyataan. Maka pada hari Lebaran sering kita mendengar Saudara kita  mengatakan, “Nol, nol ya!”. Orang meminta maaf, yang lain memberi  maaf sehingga hasilnya nol-nol. Artinya sudah tidak ada kesalahan yang disimpan dalam hati masing-masing orang itu.   
Lalu bagaimana dengan sikap hidup kita selaku murid-murid Tuhan Yesus? Berapa kali setahun kita memberi maaf? Sampai berapa kali batas untuk mengampuni sesama kita?
Petrus pernah menyangka bahwa ada batas untuk hal mengampuni. Sangkanya bahwa mengampuni tujuh kali sudahlah hebat dan cukup. Dikisahkan dalam Injil Matius 18:20-21 demikian: Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Yesus berkata kepadanya:”Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. Maksud dari jawaban Tuhan menyebut angka tujuh puluh kali tujuh adalah mengampuni tanpa batas. Tanpa batas bisa digambarkan seperti melihat langit yang tinggi, tanpa batas tingginya. Begitu pula pengampunan yang semestinya kita berikan kepada sesama, tanpa terhitung jumlahnya. Kenapa? Karena dosa kita yang banyak sudah tidak diperhitungkan lagi oleh Tuhan, artinya Tuhan sudah lebih dahulu memberi pengampunan kepada kita. Sewajarnya kita memberi pengampunan kepada sesama yang melakukan kesalahan kepada kita.
 Setiap orang yang mengaku dirinya murid Tuhan hidupnya ditandai oleh kerelaan saling mengampuni. Setiap saat, tanpa batas. SIL.

 
ans!!